“Orang-orang sini
memang suka BAB disitu mbak, sambil lihat pemandangan laut” Kata Pak Suwito (50th) saat ditanyai soal bilik-bilik yang
berjajar dipinggir laut.
Terdapat 14.000 ton tinja per hari yang mencemari badan air.
75% sungai yang ada di Indonesia tercemar
70% air tanah di Indonesia tercemar
50 dari 1000 kelahiran meninggal karena diare
Potensi kerugian mencapai Rp 1,2 juta /kapita/tahun
Karena toh, keberhasilan tersebut melibatkan banyak pihak di dalamnya. Baik instansi pemerintah, media, bahkan seluruh lapisan masyarakat sama-sama mendukung gerakan ini.
Sebagai anak daerah yang pernah merasakan udara segar pegunungan, mendapat air bersih langsung dari sumber mata air, bahkan menghirup wangi bunga kopi setiap menjelang musim, menikmati buah dan sayur segar yang kami tanam, saya tersentuh sekali mendengarnya.
Lalu kemudian melihat persoalan Sanitasi Kampung Harapan yang sangat timpang rasanya jika masalah demikian masih terjadi di Kota Bandarlampung, terlebih di era yang demikian maju. dimana Lampung, dengan sejuta potensi diharapkan memiliki potensi Sumber Daya Manusia yang tidak kalah dengan SDA yang melimpah.
Sementara, Pak
Radi (64th) mengaku hanya memiliki kamar mandi namun tanpa kloset apalagi
septic tank. “Ya kalau mau BAB, pergi ke laut, mau siang atau malam. Airnya
bawa dari rumah, itu dapat dari beli” lanjutnya.
Memang, di daerah
pemukiman Kampung Teluk Harapan, Panjang Selatan umumnya orang-orang membeli
air untuk kebutuhan sehari-hari. Masih berdasarkan info Pak Radi, air dihargai
Rp.20000,- untuk 14 derigen besar yang diantar menggunakan gerobak. Keluarga
Pak Radi sendiri mampu menghabiskan air sebanyak itu dalam dua hari. Yang
artinya, dalam satu bulan keluarga Pak Radi mengeluarkan biaya sebanyak
Rp.300.000,- untuk air yang digunakan MCK sehari-hari. Angka yang cukup waw
bagi seorang buruh lepas yang nyaris pengangguran seperti Pak Radi.
Hal itu juga
dialami oleh keluarga Ibu Ira (49th) yang harus pergi ke laut untuk
menyelesaikan hajat besarnya itu. Begitu pula dana yang harus ditanggung untuk
membeli air untuk kebutuhan sehari-hari termasuk MCK.
Sedikit berbeda
dengan yang dialami dengan Bu Ira dan Pak Radi, kondisi tempat pembuangan
limbah manusia Pak Santo (46th) cukup menarik. Rumah yang mereka tinggali
memang separuhnya berada tepat diatas air dan separuhnya lagi diatas tanah yang
sebenarnya merupakan tumpukan sampah yang memadat karena banyaknya sampah yang
terus diproduksi penduduk sekitar.
Dengan kondisi
tersebut Pak Santo tetap mencari cara untuk membuang hajat dengan sedikit
layak, yaitu membuat kakus dalam rumah lengkap dengan kloset, namun mengarahkan
tinja langsung ke laut. Soal air, ya sama saja Pak Santo tetap harus menganggarkan
dana untuk membeli air sebagai kebutuhan primer.
Kondisi yang
banyak dialami oleh penduduk Kampung Harapan memang tidaklah menyeluruh.
Beberapa warga sudah banyak memiliki kloset, dan membuat septic tank di dalam
rumah mereka karena keterbatasan lahan. Termasuk soal air sebagian warga sudah
banyak yang membuat sumur bor untuk memenuhi kebutuhan air. namun, karena biaya
yang dibutuhkan tidak sedikit, dan sifatnya kontan masih banyak rumah yang
tetap memakai jasa jual beli air untuk kebutuhan sehari-hari.
Keterkaitan air
dan sanitasi bagaikan dua sisi mata uang. Sifatnya pasti. Dan bagaimanapun
hidup yang dijalani oleh setiap orang, tak akan lepas dari kedua hal yang tak
dapat terpisahkan tersebut.
Sementara,
memaksakan keadaan yang seadanya untuk dijalani dalam kurun waktu yang panjang
tanpa solusi yang jelas tentu akan menimbulkan masalah lebih banyak lagi. Salah
satunya adalah masalah kesehatan.
Adalah harga mati
ketika Bambang Pujiatmoko, dalam workhop terkait dengan Sanitasi (25/8) di
Hotel Batiqa, mengatakan bahwa Tinja adakah sumber penyakit, dan jika demikian
maka membuang tinja sembarangan adalah tindakan yang dzalim!
Tinja
atau kotoran manusia merupakan media sebagai tempat berkemban’g dan berinduknya bibit penyakit menular (misal
kuman/bakteri, virus dan cacing). Apabila tinja tersebut dibuang di sembarang
tempat, maka bibit penyakit tersebut akan menyebar luas ke lingkungan, dan
akhirnya akan masuk dalam tubuh manusia, dan berisiko menimbulkan penyakit pada
seseorang dan bahkan bahkan menjadi wabah penyakit pada masyarakat yang lebih
luas.
Fakta yang mencengangkan juga datang dari Kementrian
Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat, 2017 & Bappenas, 2010 bahwa ;
Terdapat 14.000 ton tinja per hari yang mencemari badan air.
75% sungai yang ada di Indonesia tercemar
70% air tanah di Indonesia tercemar
50 dari 1000 kelahiran meninggal karena diare
Potensi kerugian mencapai Rp 1,2 juta /kapita/tahun
Menurut data di
Aplikasi STMB Smart yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan, sebanyak dari
2825 KK di Kelurahan Panjang Selatan, 1368 KK memiliki Jamban Sehat Permanen
dan 990 KK memiliki Jamban Sehat Semi Permanen, sementara 161 lainnya masih
menumpang pada tetangga, dan sisanya sebanyak 306 KK melakukan BABS.
Meskipun angka
tersebut bahkan kurang dari seperempat penduduk, namun angka tersebut tetaplah
angka yang bisa menyumbangkan berbagai penyakit yang kemudian bersarang
didaerah pesisir.
Lingkaran Setan Sanitasi Buruk Perkotaan
Suherman (50th)
lurah Panjang Selatan ketika ditemui di kantornya, juga melihat bahwa persoalan
sanitasi memang menjadi masalah bagi banyak masyarakatnya, dan persoalan
ekonomi lagi-lagi menjadi alasan “Mereka bukan nggak mau punya MCK layak, namun
karena keterbatasan dana. Jadi, memilih untuk tetap BAB ke laut” ujarnya
Sementara seperti
yang dilansir dari detik.com WHO pernah menyatakan bahwa Perbaikan Sanitasi
adalah salah satu kunci pengetasan kemiskinan itu sendiri. Maka ini mejadi
sebuah hal rumit, kan? Ibarat pertanyaan, Ayam atau telur yang lebih dulu ada? Miskin atau
Sanitasi Buruk?
Satu lagi yang
tak kalah menarik, kenyataan di lapangan banyak keluarga yang memiliki
fasilitas sepeda motor, gawai, dan barang elektronik tapi tidak memiliki tampat
MCK yang layak? Itu yang kemudian membuat kita telisik lagi. Bisa jadi memang
tidak ada niat yang serius dan motivasi yang tinggi bagi kebanyakan keluarga di
Kampung Harapan untuk memiliki MCK yang layak.
Keterbelakangan
latar belakang pendidikan sangat bisa menjadi soal mendasar. Ketidaktahuan akan
bahaya yag diam-diam mengancam membuat masyarakat Kampung Harapan tidak
bergerak dari zona yang dianggap nyaman tersebut.
Persoalan ekonomi
akan menjadi alasan terdepan terkait dengan ketertinggalan pendidikan. Lalu
kemiskinan dan Sanitasi buruk yang entah siapa yang lebih dulu menjadi soal.
Memutus Mata Rantai Sanitasi Buruk
Persoalan
Sanitasi Perkotaan memang sudah layaknya menjadi agenda bersama. Keberhasilan
SNV Lampung dalam mengintervensi permasalahan Sanitasi di Kabupaten Pringsewu
sehingga saat ini menjadi daerah percontohan Kabupaten ODF Pertama di Sumatera
menjadi prestasi yang patut dicontoh semua kalangan.
Karena toh, keberhasilan tersebut melibatkan banyak pihak di dalamnya. Baik instansi pemerintah, media, bahkan seluruh lapisan masyarakat sama-sama mendukung gerakan ini.
Maka seharusnya
ini menjadi motivasi bagi kita, karena sekecil apapun peluang untuk berubah
tetaplah sebuah peluang yang patut dicoba. Selayaknya, seluruh pihak mengambil
peran dalam agenda perubahan ini, media yang memiliki banyak akses dan berada
di tengah antara pemerintah, LSM dan masyarakat sangat bisa menjadi penyambung
lidah keresahan yang dirasakan masyarakat.
Demikian juga
dengan pengusaha, dapat kiranya melihat persoalan ini sebagai peluang untuk
mengagendakan kegiatan sosial perusahaan. Pemerintah juga sudah sewajarnya,
mewajibkan diri untuk fokus pada Sanitasi Buruk yang merupakan kubangan masalah
di tengah kota.
Dan yang
terpenting, masyarakat Kampung Harapan yang sangat perlu diberi pengetahuan
tentang bahaya yang mengancam karena Sanitasi yang Buruk.
Bagi saya secara
pribadi, ini adalah kali kedua saya mengunjungi daerah pesisir Panjang Selatan
dengan agenda yang berbeda. Dan setiap kali datang kesini dan memperhatikan
penduduk sekitar saya diingatkan pidato Pak Anies Baswedan di hadapan juru
kampanyenya ketika beliau mencalonkan diri menjadi Gubernur Jakarta. Terlepas
saat kampanye politik, beliau berkata
“...Karena agenda
politik, yang mengharuskan saya mengenal lebih jauh warga Jakarta, saya
kemudian memikirkan satu hal dan saya perbandingkan dengan yang saya temui jauh
sebelum sekarang. Begini, saya sudah sangat sering ke pelosok daerah di
Indonesia. Dari yang ekonominya terbelakang bahkan sampai daerah terjauh di
Indonesia yang bahkan tidak terlihat di peta. Lalu belakangan ini, saya turun
ke daerah Jakarta. Dan perbedaan kontras saya lihat, masyarakat dan anak-anak daerah
meskipun ekonomi terbelakang, akses pendidikan kesehatan tertinggal namun masih
sangat mungkin mendapat air yang bersih langsung dari sumbernya, udara yang
segar dengan banyak pepohonan, buah dan sayur segar tanaman sendiri. Dan
bedanya dengan masyarakat perkotaan yang meski akses terhadap pendidikan dan
kesehatan mudah namun belum tentu mudah mengingat ekonomi mereka, belum lagi
mereka jauh dari air bersih, udara kotor penuh polusi. Dan keadaan tersebut
berada di tengah orang-orang kaya. Kesenjangan sangat mencolok di Jakarta....”
Amel (9th) asyik mencari mainan dari tumpukan sampah. |
Sebagai anak daerah yang pernah merasakan udara segar pegunungan, mendapat air bersih langsung dari sumber mata air, bahkan menghirup wangi bunga kopi setiap menjelang musim, menikmati buah dan sayur segar yang kami tanam, saya tersentuh sekali mendengarnya.
Berpose bersama anak bangsa penuh potensi |
Lalu kemudian melihat persoalan Sanitasi Kampung Harapan yang sangat timpang rasanya jika masalah demikian masih terjadi di Kota Bandarlampung, terlebih di era yang demikian maju. dimana Lampung, dengan sejuta potensi diharapkan memiliki potensi Sumber Daya Manusia yang tidak kalah dengan SDA yang melimpah.
Patutnya kita
optimis, karena perubahan adalah keniscayaan. Selama kita memastikan bahwa
Sanitasi Buruk perkotaan Tanggung Jawab Bersama!
Kok miris y melihatnya.. Lalu bagaimana masa depan anak2 disana ya ? Dengan kondisi seperti itu bisa jadi kesehatan mereka kurang terjamin.
ReplyDeleteiya nih aku baper kalo menyangkut anak-ank. Hidup mereka masih panjang sementara masalah kesehatan mengancam. Belum lagi mikirin pendidikan dan kelayakan lingkungan
DeleteDuh, mana itu lokasinya di tepi laut, potensi menyebar kuman dan penyakitnya lebih besar. Karena selain sanitasi yang buruk, mereka juga harus melawan sampah yang dibuang sembarangan. Semoga ke depannya ada solusi baik dari pemerintah maupun swadaya masyarakat. Amin.
ReplyDeleteamiiin. harus banget lho kayaknya pemerintah meniru negara maju soal pengelolaan sampah dan tinja. walau pasti makan biaya yang banyakkkk.
DeleteGak tau, bingung harus bilang apa lagi tentang sampah Mba, gak betah nih mata dan hidung, bahkan meski kulihat hanya sebatas foto. Perihal sanitasi kaya gini sangat amat penting digalakkan. Masalah MCK yang masih dianggap sepele pun perlu banget pembinaan secara bersambung. Kesadaran di diri masing-masing sih memang yang masih menjadi kendala. Padahal sehat itu mahal.
ReplyDeletenah itu, pembinaan itu yang kurang makanya mereka ndak sadar kalau itu bahaya. yo ayo yang aktivis sosial, bisa banget kalau mau adakan sharing soal bahaya sanitasi buruk ke daerah ini
DeleteGood job nov. Itu ada beberapa typo dan kode html yg salah sepertinya. Soalnya kodingnya muncul begitu hehe.
ReplyDeleteNext semoga banyak pihak terkait yang bisa turut mengulurkan tabgan kepada yang membutuhkan ya. Sebab emang masalah sanitasi ini kan idealnya tanggung jawab bersama
hooh,. amiiin semoga semua pihak yang ngerasa punya power mau ngeluarin powernya ke masalah ini.
Deletesebagai warga lampung yang wara wiri dari kalianda ke bandar lampung, beberapa kali berpapasan dengan tukang jerigen jual air, sejak dari kecil daerah Panjang begitu padat penduduk. pabrik-pabrik yang dengan leluasa membuang limbah ke laut, serta sangat berdampak bagi penduduk yang menetap disana, ataupun hanya numpang lewat seperti saya. mudah-mudahan dengan tulisan ini kita dapat menggerakkan warga Lampung dan Pemerintah, untuk terbuka matanya melihat fenomena yang miris seperti ini.
ReplyDeleteiya mbaaa, itu dampak jangka panjang dan terus membesar bahayanya. macam bola salju. lama membesar imbasnya meluas. hiks
DeleteIni juga yang menjadi salah satu latar belakang aku buka bimbel di daerah pesisir. Aku pengen dekat sama anak-anak sana, berinteraksi langsung dan berkelanjutan. Aku pengen lihat pribadi mereka satu persatu. Dan secara 'terselubung' memberi motivasi, harapan dan pandangan baru tentang kehidupan di daerah mereka.
ReplyDeleteSemoga saja anak-anak itu mendapat pendidikan yg maksimal sehingga mereka bisa menjadi penggerak perubahan yang jauh lebih baik, salah satunya masalah sanitasi, aaamiiin.
keren desss. langkah kongkrit. kamu udah membuktikan dengan gerakan perubahan yangnyata. pelan-pelan ya desss semoga bisa kasih perubahan melalui kemajuan sudut pandangn dan pola berfikir anak-anak soal dunia. terus memotivasi dan menginspirasi kaka desy kesayangan kita semua :)
DeleteSetuju, ini tanggungjawab bersama, bukan tanggung jawab pemerintah atau segelintir orang saja. Semoga buruknya sanitasi dan permasalahan lainnya dapat teratasi, ya. Cepat atau lambat. Kalau bisa secepatnya. Karena, kasihan pula laut kita. Kasihan pula masyarakatnya. Kasihan anak-anaknya.
ReplyDeleteIyakkk segera ya pokoknya. Kudu dicatat sebagai masalah prioritas
DeleteYa ampun. Betapa penting nya hal ini diketahui banyak orang. Apalagi di pelosok kadang banyak yg masih menggampangkan hal ini. Hiks
ReplyDeleteHiks iya mbaaaa.. Jangan kan org lain, dulu aku sendiri ga terlalu ngerasa soal sanitasi adl soal yg serius. Ternyata e ternyata efeknya domino
DeleteSebuah PR dari semua lini dan stakeholder bukan hanya dari peran pemerintah tapi juga kesadaran warganya. Semoga gak menjadi PR di tahun berikutnya.
ReplyDeleteamiin semoga selesai di tahun ini. ikan sepat ikan gabus, uyee!
DeletePermasalahan ini hamoir terjadi di semua daerah perkotaan, kurangnya kesadaran hingga dengan keadaan kemiskinan. Mau sampai kapan begini terus?
ReplyDeletetagline Ayo Berubah kudu lebih ngena di hati kita semua
DeleteDari judulnya sudah menohok banget ini.
ReplyDeleteWarga disana harusnya diberi pengertian ttg bahaya2 yg mengancam dg budaya mereka seperti itu dari pemerintah
Diberi solusi dan dibantu jadi lebih baik. Kalau merasa diperhatikan pasti juga akan berubah.
iya mbaaa, mereka kudu "ngerti" kalo itu bahaya. kalo dah ngerti tapi nga mau berubah, hiks itu baru bahaya paket dobel
DeleteSedih banget lihatnya, toiletnya berpemandangan lautan! Jadi ingat zaman SD, rumah Tante bagus tapi ngga ada toiletnya dan pup pun di tepi tanggul huhu..
ReplyDeleteiya mba kupun pernah nemuin yang lebih prioritas bangun hal2 sekunder, bukannya ngeduluin yang primer.
DeleteMelihat yang seperti ini rasanya miris. Tetapi semuanya sebenarnya tergantung pada kesadaran apakah mau menjalani hidup bersih dan nyaman atau tetap seperti itu
ReplyDeleteiya ya kak. sadar dulu intinya mah
DeleteMiris banget bacanya.
ReplyDeleteiya. hiks
DeletePerlu ada yang segera bertindak. Dan mengajak partisipasi masyarakat untuk jaga lingkungan
ReplyDeleteiyaaa mari kita semua bertindak sesuai peranan masing-masing. semua gerak pasti bisa karena sanitasi aman tanggung jawab bersama
DeleteMiris banget ya, ada yang beginian di Bandar Lampung, harus ada kerjasama dengan dinas terkait ya agar sanitasi buruk tidak ada lagi
ReplyDeleteiya mba di tengah kota :(
DeleteHalo Novi salam kenal... kegiatan apa Nov di kampung harapan? Miris ya lihatnya... semoga cepat ada perubahan dan kesadaran mendalam dari warga setempat.. karna barang2 yang masuk kategori kebutuhan tersier aja mrk penuhi, masa untuk kesehatan ga mengutamakan
ReplyDeleteJadi pengen kesana mb, BTW itu dari pusat kota berapa jam yak. Ada transportasi kah dari Rajabsa ke lokasi tersebut
ReplyDeleteBerantas sampah di Lampung
ReplyDeleteIni yang kadang bikin nyesek dada. menyalahkan mereka sepenuhnya juga nggak bisa. pingin banget bikin suatu gerakan edukasi dan solusi tentang sampah di Indonesia. Setelah berkeliling nbeberapa pulau mulau sumatera hingga maluku, pulau pulau kita benar benar darurat sampah. Ya Allah.....
ReplyDelete